Teori August Losch
August Losch mengatakan bahwa lokasi penjual berpengaruh terhadap jumlah konsumen yang dapat dijaringnya. Makin jauh dari pasar, konsumen enggan membeli karena biaya transportasi (semakin jauh tempat penjualan) semakin mahal. Produsen harus memilih lokasi yang menghasilkan penjualan terbesar. Losch menyarankan lokasi produksi ditempatkan di dekat pasar (Centre Business District). Maka dari itu produsen harus memilih lokasi yang dapat menghasilkan keuntungan maksimum. August Losch merupakan orang pertama yang mengembangkan teori lokasi dengan segi permintaan sebagai variabel utamanya. Teori ini bertujuan untuk menemukan pola lokasi industri sehingga tercipta keseimbangan spasial antar lokasi.
Menurut Losch, permintaan (demand) menjadi salah satu faktor penting dalam penentuan lokasi industri. Lokasi industri seharusnya mempertimbangkan jumlah permintaan yang ada dalam suatu wilayah. Lokasi industri yang berdekatan dengan jumlah permintaan yang tinggi selain dapat menambah profit juga dapat mengurangi biaya distribusi barang. Economic landscape akan terjadi apabila terjadi keseimbangan (equillibrium) antara supply dan demand tersebut.
Untuk mencapai keseimbangan, ekonomi ruang Losch harus memenuhi beberapa syarat sebagai berikut :
· Setiap lokasi industri harus menjamin keuntungan maksimum bagi penjual maupun pembeli.
· Terdapat cukup banyak usaha pertanian dengan penyebaran cukup merata sehingga seluruh permintaan yang ada dapat dilayani.
· Terdapat free entry dan tak ada petani yang memperoleh super-normal propfit sehingga tak ada rangsangan bagi petani dari luar untuk masuk dan menjual barang yang sama di daerah tersebut.
· Daerah penawaran adalah sedemikian hingga memungkinkan petani yang ada untuk mencapai besar optimum, dan
· Konsumen bersikap indifferent terhadap penjual manapun dan satu-satunya pertimbangan untuk membeli adalah harga yang rendah.
Alfred Weber, ekonom Jerman yang mengajar di Universitas Praha pada tahun 1904 hingga 1907 dan kemudian di Universitas Heidelberg (Jerman) pada 1907 – 1933, memiliki teori yang berkaitan dengan least cost location yang menyebutkan bahwa lokasi industri sebaiknya diletakkan di tempat yang memiliki biaya yang paling minimal. Tempat dimana total biaya transportasi dan tenaga kerja yang minimum cenderung identik dengan tingkat keuntungan yang maksimum.
Dalam teorinya, Alfred Weber menyatakan bahwa lokasi setiap industri tergantung pada total biaya transportasi dan tenaga kerja di mana penjumlahan keduanya harus minimum. Menurut Weber, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi lokasi industri, yaitu faktor tenaga kerja dan biaya transportasi yang merupakan faktor regional yang bersifat umum, serta faktor deglomerasi/aglomerasi yang bersifat lokal dan khusus. Weber berbasis kepada beberapa asumsi utama, antara lain:
· Lokasi bahan baku (sumber daya alam) ada di tempat tertentu saja, baik yang terbatas maupun yang tidak terbatas.
· Situasi dan ukuran tempat konsumsi adalah tertentu juga, sehingga terdapat suatu persaingan sempurna,
· Ada beberapa tempat pekerja yang bersifat tak mudah bergerak (immobile)
Weber juga menjelaskan mengenai adanya gelaja aglomerasi industri. Gejala aglomerasi merupakan pemusatan produksi di lokasi tertentu. Pemusatan produksi ini dapat terjadi dalam satu perusahaan atau dalam berbagai perusahaan yang mengusahakan berbagai produk. Gejala ini menarik industri dari lokasi biaya angkutan minimum, karena membawakan berbagai bentuk penghematan ekstern yang disebut aglomeration economies. Tentu saja perpindahan ini akan mengakibatkan kenaikan biaya angkutan, sehingga dilihat dari segi ini tidak lagi optimum. Oleh karena itu, industri tersebut baru akan pindah bila penghematan yang dibawa oleh aglomeration economies lebih besar daripada kenaikan biaya angkutan yang dibawakan kepindahan tersebut.
Pada intinya, teori Weber beranggapan bahwa lokasi akan optimal apabila pabrik berada di sentral, karena biaya transportasi dari manapun akan rendah. Biaya tersebut berkaitan dengan dua hal, yaitu transportasi bahan mentah yang didatangkan dari luar serta transportasi hasil produksi yang menuju ke pasaran.
Menurut Weber, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi lokasi industri, yaitu faktor tenaga kerja dan biaya transportasi yang merupakan faktor regional yang bersifat umum, serta faktor deglomerasi/aglomerasi yang bersifat lokal dan khusus. Dalam menyusun konsepnya, Weber melakukan penyederhanaan dengan membayangkan adanya bentang lahan yang homogen dan datar, serta mengesampingkan upah buruh dan jangkauan pasaran. Dalam menjelaskan keterkaitan biaya transportasi dan bahan baku Weber menggunakan konsep segitiga lokasi atau locational triangle untuk memperoleh lokasi optimum. Untuk menunjukkan apakah lokasi optimum tersebut lebih dekat ke lokasi bahan baku atau pasar.
Sumber:
0 komentar:
Posting Komentar