DASAR-DASAR DAN ANALISIS LOKASI KEGIATAN INDUSTRI

Ada dua langkah utama yang seharusnya diambil dalam proses penentuan lokai suatu pabrik, yaitu pemilihan daerah atau territorial secara umum dan pemilihan berdasarkan size dari jumlah penduduk (community) serta lahan secara khusus. Pemilihan territorial secara umum adalah untuk mendapatkan informasi secara umum dan setelah itu baru kemudian ditentukan community dan lahan (size) yang dikehendaki secara khusus, yang mana untuk ini alternative pemilihannya dapat diklasifikasikan ke dalam daerah di kota besar, di pinggir kota, atau jauh di luar kota. Disini macam proses manufacturing ikut pula menentukan pemilihan size dari pabrik yang akan didirikan. Contoh lokasi di daerah terpencil yang jauh dari keramaian kota akan sangat dikehendaki untuk pabrik yang akan memproduksi bahan peledak.
Lokasi akan menentukan dekat tidaknya pabrik tersebut ke sumber bahan baku ataupun jasa pemasarannya. Jarak dari pabrik ke kedua tempat ini akan menentkan pula metode transportasi yang sebaiknya digunakan. Metode dan juga macamnya apakah tata letak seharusnya direncanakan dengan memberikan fasilitas-fasilitas untuk keperluan bongkar/muat barang dari railroad, kapal, truk, dan lainlain atau tidak. Demikian juga disini pengaturan dari departemen penerimaan dan atau pengiriman barang (receiving & shipping department) akan mempunyai macam variasi dalam perencanaan letaknya yang harus disesuaikan pula dengan macam dan metode transportasi yang digunakan. Selanjutnya kemungkinan adanya ekspansi dimasa yang akan dating ikut pula menentukan lokasi pabrik ini. Untuk pabrik yang berlokasi di kota besar biasanya akan mengarah vertical yaitu dengan cara menambah tingkat/lantai bangunan yang sudah ada (hal ini terkait dengan keterbatasan lahan yang tersedia). Berbeda dengan pabrik yang berlokasi jauh diluar kota dengan ketersediaan lahan yang cukup sehingga bisa melakukan ekspansi horizontal.
Selanjutnya beberapa kondisi umum seperti tersebut di bawah ini akan ikut pula mengambil peranan dalam proses penentuan lokasi pabrik, yaitu:
1. lokasi di kota besar (city location)
·      Diperlukan tenaga kerja terampil dalam jumlah yang besar.
·      Proses produksi sangat tergantung pada fasilitas-fasilitas yang umumnya hanya terdapat dikota besar saja seperti listrik, gas, dll.
·      Kontak dengan supplier dekat dan cepat
·      Sarana transportasi dan komunikasi mudah didapatkan.

2. lokasi di pinggir kota
·      Semi-skilled atau female labor mudah diperoleh.
·      Menghindari pajak yang berat seperti halnya kalau lokasi yang terletak di kota besar.
·      Tenaga kerja dapat tinggal berdekatan dengan lokasi pabrik.
·      Rencana ekspansi pabrik dapat dengan mudah dibuat.
·      Populasi tidak begitu besar sehingga masalah lingkungan tidak banyak timbul.

3. lokasi jauh di luar kota
·      Lahan yang luas sangat diperlukan baik untuk keadaan sekarang maupun rencana ekspansi yang akan datang.
·      Pajak terendah dapat diperoleh.
·      Tenaga kerja tidak terampil dalam jumlah besar lebih dibutuhkan.
·      Upah buruh lebih rendah bisa didapatkan dengan mudah juga dalam jumlah yang cukup banyak.
·      Baik untuk proses manufacturing produk-produk yang berbahaya.

Dalam menentukan lokasi pabrik, ada factor-faktor penting yang harus diperhatikan yang berkaitan dengan jenis kegiatan produksinya. Faktor-faktor tersebut antara lain:
1. Lokasi pasar, yaitu tempat memasarkan produk yang dihasilkan dimana lokasi pasar dapat secara luas atau terpusatkan.
2. Lokasi sumber bahan baku, dimana lokasi pabrik disarankan agar dekat dengan sumber bahan baku utama dari produksi yang dijalankan.
3. Alat angkutan (system transportasi), yaitu menunjuk pada fasilitas transportasi yang mendukung aktivitas perpindahan dari dan menuju pabrik, baik itu berupa bahan baku atau prduk jadi.
4. Sumber energy
5. Iklim, dimana hal yang satu ini lebih berpengaruh pada efektivitas, efisiensi, dan tingkah laku pekerja pabrik dalam melaksanakan aktivitas produksinya sehari-hari.
6. Buruh dan tingkat upah
7. Undang-undang dan system pajak.
8. Sikap masyarakat setempat.
9. Air dan limbah industry.

Sumber:
http://tangguhpunya.blogspot.com. Diunduh pada Selasa, 4 Oktober 2011.
http://anak2industri.blogspot.com. Diunduh pada Selasa, 4 Oktober 2011.

PEMBANGUNAN EKONOMI WILAYAH DAN KOTA GORONTALO

Ketika Gorontalo masih menjadi bagian dari Provinsi Sulawesi Utara, pemerintah kabupaten hanya bisa mendapatkan Rp 7,5 miliar ($ 815.000) pada tahun 2000 dari pajak lokal. Lima tahun setelah Gorontalo menjadi provinsi ke-32 Indonesia di bawah kepemimpinan mantan pengusaha Fadel Muhammad, angka itu dikalikan dengan lebih dari enam kali untuk Rp46 miliar pada tahun 2006. Oleh Ishak Rafick.
Fadel Muhammad, mantan pengusaha dan pendiri Grup Bukaka yang terpilih sebagai gubernur pertama Gorontalo pada tahun 2001, Dia adalah di antara beberapa birokrat di negara yang bertindak seperti seorang pengusaha. Pada tahun 2002, beberapa bulan setelah ia resmi dilantik, Departemen Dalam Negeri menyalurkan dana pemerintah pusat sebesar Rp35 miliar sebagai awal untuk mengembangkan provinsi baru. Sementara Gubernur lain mungkin telah menggunakan dana untuk membangun kantor baru untuk diri sendiri atau lembaga Propinsi lain, Fadel menggunakan uang untuk membangun bandara, pelabuhan laut dan jalan. "Tanpa fasilitas ini, provinsi baru tidak akan tumbuh," katanya.
Dia memiliki tiga tujuan. Pertama adalah untuk menyelesaikan kekurangan parah fasilitas infrastruktur di Gorontalo, Kedua adalah untuk membantu memastikan yang menghasilkan pertanian bisa segera diangkut ke pasar atau pelabuhan laut sehingga tidak akan dibiarkan membusuk di pusat-pusat produksi. Ketiga, untuk mengakhiri ketergantungan Gorontalo di Sulawesi Utara untuk transportasi udara. "Siapapun mengunjungi Gorontalo tidak lagi harus melalui Manado (Ibukota Sulawesi Utara),"
Berbeda dengan latar belakangnya sebagai seorang insinyur dan tahun-tahun pengalaman mengembangkan industri berat di Bukaka, Fadel telah berfokus pada sektor pertanian sebagai dasar untuk mengembangkan ekonomi lokal. Ambisinya adalah untuk mengubah Gorontalo menjadi apa yang ia sebut sebuah "provinsi agropolitan," yang pada dasarnya berarti bahwa sektor pertanian dan perikanan akan menjadi tulang punggung ekonomi provinsi ini, dengan produksi jagung sebagai entry point. "Agropolitan adalah alternative jika gorontalo berkembang," tegas Fadel.

TUGAS YANG TIDAK MUDAH
Fadel berusia 54 tahun menyadari dari awal bahwa tidak akan mudah untuk melaksanakan rencananya. "Fadel menang telak (Dengan 81% suara) untuk masa jabatan kedua dalam pemilihan 2006. Hal ini jelas menunjukkan bahwa orang-orang mendukung dia," kata Amin. Ahmad Pakaya, Bupati Gorontalo sampai 2006, tetap menjadi salah satu kritikus Fadel terkuat. Ahmad, seorang perwira pensiunan tentara senior, gemar mengembangkan "bergengsi" proyek-proyek seperti pusat perbelanjaan Plaza, sebuah menara seperti eifel, dan kebun binatang (yang masih menemukan kesulitan dalam menemukan hewan) yang bersama biaya anggaran lokal di sekitar Rp7 miliar.
Sebaliknya, kebijakan Fadel yang telah difokuskan pada pengembangan kapasitas sumberdaya manusia, meningkatkan sektor pendidikan dan kesejahteraan rakyat, kata ekonom lokal Manto Rahmalo. Fadel telah membebaskan orang miskin dari biaya pendidikan dan tagihan rumah sakit. Jumlah pusat-pusat perawatan kesehatan masyarakat telah meningkat dari 33 unit di 200 1-52 pada tahun 2006, plus ekstra kesehatan layanan mobile dan dokter, The provinsi Gorontalo administrasi klaim bahwa jumlah orang yang hidup dalam kemiskinan telah menurun drastis dari 72% pada tahun 2001 untuk 26% tahun lalu.

TIGA PILAR
Ketua bab Gorontalo dari Kamar Dagang Indonesia dan Industri (Kadin), Rusli Habibie, mengatakan tiga pilar telah ditempatkan oleh Fadel yang akan mempengaruhi perkembangan masa depan Gorontalo. Ini adalah percepatan pembangunan sumber daya manusia melalui pendidikan, mengubah Gorontalo menjadi provinsi agropolitan pada awalnya dimulai dari produksi jagung, dan mengembangkan sektor perikanan di wilayah pesisir, yang juga berfungsi sebagai sebuah karya untuk sektor pariwisata.
"Fadel telah bekerja keras untuk semua ini," kata Rusli, yang juga presiden perusahaan konstruksi PT Cahaya Mandiri Persada. Fadel memahami bahwa pendidikan memainkan peran kunci dalam pengembangan provinsinya. Langkah pertama adalah untuk merevisi kurikulum pendidikan di provinsi tersebut. "Saya meminta ahli pendidikan untuk merancang kurikulum daerah berbasis. Kami adalah yang pertama (provinsi) untuk melakukan ini," jelas Dia bahwa kurikulum nasional dimaksudkan untuk melayani kebutuhan sumber daya manusia kota-kota besar, sehingga tidak mengherankan bahwa lulusan sekolah tidak memiliki kepentingan di sektor peternakan pertanian, perikanan dan hewan.
 "Bahkan mereka yang tidak bisa lulus dari sekolah SMP tidak lagi bersedia ke sawah untuk berjagung, saya tidak ingin ini terjadi di Gorontalo," katanya. "Jadi aku berubah kurikulum sehingga tanah tanaman dan laut bisa benar dikembangkan untuk kesejahteraan kita." Hasilnya, selain dari anggaran yang lebih besar bagi pemerintah, termasuk pertumbuhan ekonomi yang mengesankan dari 7,06% pada tahun 2006, tertinggi di negara ini. Pengeluaran Perikanan 43.000 ton di 2005 dari  19.000 ton di 2001. Administrasi mengklaim bahwa Pendapatan nelayan memiliki lebih dari tiga kali lipat dari rata-rata Rp282, 000 per bulan ke Rp987, 000. Hanya dalam satu inisiatif di sektor ini, pemerintah telah meluncurkan program yang menyediakan fasilitas modal dan lainnya untuk membantu pengeluaran nelayan yang meningkat. Fadel telah bahkan lebih agresif di sektor pertanian, menyebarkan teknologi baru untuk meningkatkan produksi pertanian dan kualitas. Dia memobilisasi bupati, walikota, bupati dan kepala desa untuk membantu petani.
 Di masa lalu, produksi jagung telah berada di kisaran 2-3 ton per hektar. Dengan diperkenalkannya bibit kualitas yang lebih baik di porting dari Makassar di Sulawesi Selatan, keluaran dua kali lipat antara empat dan lima ton per hektar. Pengeluaran kemudian mendorong lebih tinggi, untuk antara lima dan enam ton per hektar, dengan menggunakan benih yang dihasilkan dari campuran benih Makassar dan lokal.
Tahun lalu, pemerintah lokal memperkenalkan penggunaan agen nutrisi baru yang dikembangkan oleh analumni dari Institut Pertanian Bogor. Umar Hasan Sapurra, dan produksi diklaim telah meningkat menjadi 10,9 ton per hektar, tanpa menggunakan pupuk. Produksi jagung Gorontalo kini. Meskipun produksi yang lebih tinggi, harga tidak berada di bawah tekanan, tetapi telah pindah ke atas sebagai kualitas meningkatkan dan melalui kerja usia alogistics. Produksi jagung Gorontalo kini telah mencapai 560, 000 ton, melompat 400% dari level empat tahun lalu. "Aku masih tidak puas karena tingkat produksi di Cina bisa mencapai 17 ton per hektar, sedangkan kualitas atau tanah yang tidak berbeda dengan Goronralos," kata gubernur.
Fadel juga telah aktif dalam mencari pasar luar negeri. Tahun lalu, misalnya, Gubernur menandatangani MoUs dengan Jepang dan Korea Selatan untuk ekspor produk Gorontalo. Petani jagung mengklaim mereka sekarang menikmati kehidupan yang lebih baik. "Orang-orang di desa saya telah membeli TV dan sepeda motor dengan uang tunai. Meerka punya banyak uang setelah panen atau mereka," kata Muchtar Baabura, kepala desa di Paris Kabupaten Gorontalo.
Fadel juga telah mendirikan Gorontalo Pusat Informasi Jagung (GIMlC), pusat kedua di dunia untuk informasi dan teknologi pada jagung setelah nomor satu di Brasil. Rp. 15 miliar fasilitas duduk di blok lima hektar tanah di Kabupaten Bone Bolango. Fadel berharap bahwa orang-orang dari berbagai bagian negara dan dunia akan suatu hari datang ke Gorontalo untuk mempelajari segala sesuatu tentang datang. Setelah sukses dalam meningkatkan produksi jagung, Fadel sekarang ingin mengubah Gorontalo menjadi pusat produksi padi hibrida di negara ini.

"AKU BUKAN PRIA BIASA"
Fadel Muhammad masih memotong figur yang mengesankan saat ia duduk untuk sarapan dengan wawancara Globe Asia. Gubernur Provinsi Gorontalo sering dalam berita dan sekarang diangkat sebagai contoh bagaimana pemerintah wirausaha dapat mengubah suatu daerah mundur yang buruk menjadi salah satu daerah yang paling cepat berkembang ekonomi Indonesia. Mantan pengusaha lurus berbicara dan menteri seperti biasa sampai ke titik pada dia menghadapi rintangan dalam mengembangkan provinsinya. Seorang mantan industrialis, dia sekarang secara luas diakui sebagai petani sukses yang memiliki produksi jagung secara dramatis meningkat dan meningkatkan sektor perikanan di provinsinya.
"Semua kewenangan untuk konsep hukum berada di pemerintah pusat dan fakta-pemerintah di Jakarta enggan untuk mendorong hukum," catatan dia. "Misalnya peraturan pelaksanaan untuk mendukung hukum belum dikeluarkan tapi, kita gubernur sekarang berusaha keras untuk mereka." Untuk mengatasi masalah, saya harus pro-aktif dan menggunakan koneksi saya di pemerintah pusat untuk mendorong melalui program saya ". hasil usahanya telah mengesankan dan gubernur provinsi lainnya adalah memperhatikan. Selama enam tahun terakhir, ia telah meningkatkan anggaran Gorontalo dari Rp407 miliar dan omset Rp 300 miliar ke Rp407 miliar anggaran dan omset Rp3.2 triliun.
Fadel sekarang berusaha untuk meningkatkan infrastruktur daerah dengan menyingkirkan peraturan yang dianggap tidak ramah untuk bisnis. Dia ingin untuk terus meningkatkan sektor pertanian dan perikanan sebagai pencipta ini adalah pekerjaan terbesar dan juga mendesak Jakarta untuk mencurahkan sumber daya lebih banyak untuk kedua sektor. "Ini pemerintah melakukan hal ini, negara akan Mulai untuk tumbuh dalam dua tahun. Saya sudah punya program dan jika pemerintah saat ini ingin aku, aku dapat merancang untuk seluruh negara," katanya. Meskipun meningkatnya kritikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Fadel menambahkan bahwa ia terus mendukung presiden karena jika pemerintah gagal, negara itu bisa runtuh.
""Kami berada dalam masa kritis hari ini karena kita memiliki populasi yang besar dan beberapa masalah penting untuk mengatasi tetapi hanya anggaran yang terbatas untuk menjalankan negara Indonesia masih rentan terhadap Balkanisasi dan satu-satunya cara untuk mencegahnya adalah untuk memiliki pertumbuhan ekonomi yang kuat. di daerah. "

TEORI AUGUST LOSCH DAN ALFRED WEBER

Teori August Losch

August Losch mengatakan bahwa lokasi penjual berpengaruh terhadap jumlah konsumen yang dapat dijaringnya. Makin jauh dari pasar, konsumen enggan membeli karena biaya transportasi (semakin jauh tempat penjualan) semakin mahal. Produsen harus memilih lokasi yang menghasilkan penjualan terbesar. Losch menyarankan lokasi produksi ditempatkan di dekat pasar (Centre Business District). Maka dari itu produsen harus memilih lokasi yang dapat menghasilkan keuntungan maksimum. August Losch merupakan orang pertama yang mengembangkan teori lokasi dengan segi permintaan sebagai variabel utamanya. Teori ini bertujuan untuk menemukan pola lokasi industri sehingga tercipta keseimbangan spasial antar lokasi.

 Menurut Losch, permintaan (demand) menjadi salah satu faktor penting dalam penentuan lokasi industri. Lokasi industri seharusnya mempertimbangkan jumlah permintaan yang ada dalam suatu wilayah. Lokasi industri yang berdekatan dengan jumlah permintaan yang tinggi selain dapat menambah profit juga dapat mengurangi biaya distribusi barang. Economic landscape akan terjadi apabila terjadi keseimbangan (equillibrium) antara supply dan demand tersebut.

Untuk mencapai keseimbangan, ekonomi ruang Losch harus memenuhi beberapa syarat sebagai berikut :

·         Setiap lokasi industri harus menjamin keuntungan maksimum bagi penjual maupun pembeli.
·         Terdapat cukup banyak usaha pertanian dengan penyebaran cukup merata sehingga seluruh permintaan yang ada dapat dilayani.
·         Terdapat free entry dan tak ada petani yang memperoleh super-normal propfit sehingga tak ada rangsangan bagi petani dari luar untuk masuk dan menjual barang yang sama di daerah tersebut.
·         Daerah penawaran adalah sedemikian hingga memungkinkan petani yang ada untuk mencapai besar optimum, dan
·         Konsumen bersikap indifferent terhadap penjual manapun dan satu-satunya pertimbangan untuk membeli adalah harga yang rendah.

 Teori Alfred Weber

Alfred Weber, ekonom Jerman yang mengajar di Universitas Praha pada tahun 1904 hingga 1907 dan kemudian di Universitas Heidelberg (Jerman) pada 1907 – 1933, memiliki teori yang berkaitan dengan least cost location yang menyebutkan bahwa lokasi industri sebaiknya diletakkan di tempat yang memiliki biaya yang paling minimal. Tempat dimana total biaya transportasi dan tenaga kerja yang minimum cenderung identik dengan tingkat keuntungan yang maksimum.

Dalam teorinya, Alfred Weber menyatakan bahwa lokasi setiap industri tergantung pada total biaya transportasi dan tenaga kerja di mana penjumlahan keduanya harus minimum. Menurut Weber, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi lokasi industri, yaitu faktor tenaga kerja dan biaya transportasi yang merupakan faktor regional yang bersifat umum, serta faktor deglomerasi/aglomerasi yang bersifat lokal dan khusus. Weber berbasis kepada beberapa asumsi utama, antara lain:

·         Lokasi bahan baku (sumber daya alam) ada di tempat tertentu saja, baik yang terbatas maupun yang tidak terbatas.
·         Situasi dan ukuran tempat konsumsi adalah tertentu juga, sehingga terdapat suatu persaingan sempurna,
·         Ada beberapa tempat pekerja yang bersifat tak mudah bergerak (immobile)

Weber juga menjelaskan mengenai adanya gelaja aglomerasi industri. Gejala aglomerasi merupakan pemusatan produksi di lokasi tertentu. Pemusatan produksi ini dapat terjadi dalam satu perusahaan atau dalam berbagai perusahaan yang mengusahakan berbagai produk. Gejala ini menarik industri dari lokasi biaya angkutan minimum, karena membawakan berbagai bentuk penghematan ekstern yang disebut aglomeration economies. Tentu saja perpindahan ini akan mengakibatkan kenaikan biaya angkutan, sehingga dilihat dari segi ini tidak lagi optimum. Oleh karena itu, industri tersebut baru akan pindah bila penghematan yang dibawa oleh aglomeration economies lebih besar daripada kenaikan biaya angkutan yang dibawakan kepindahan tersebut.

Pada intinya, teori Weber beranggapan bahwa lokasi akan optimal apabila pabrik berada di sentral, karena biaya transportasi dari manapun akan rendah. Biaya tersebut berkaitan dengan dua hal, yaitu transportasi bahan mentah yang didatangkan dari luar serta transportasi hasil produksi yang menuju ke pasaran.


            Menurut Weber, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi lokasi industri, yaitu faktor tenaga kerja dan biaya transportasi yang merupakan faktor regional yang bersifat umum, serta faktor deglomerasi/aglomerasi yang bersifat lokal dan khusus. Dalam menyusun konsepnya, Weber melakukan penyederhanaan dengan membayangkan adanya bentang lahan yang homogen dan datar, serta mengesampingkan upah buruh dan jangkauan pasaran. Dalam menjelaskan keterkaitan biaya transportasi dan bahan baku Weber menggunakan konsep segitiga lokasi atau locational triangle untuk memperoleh lokasi optimum. Untuk menunjukkan apakah lokasi optimum tersebut lebih dekat ke lokasi bahan baku atau pasar.

Sumber:

Zona Lahan dan Struktur Ruang Kota

Pada tahun 1826 Von Thunen mengidentifikasi tentang perbedaan lokasi dari berbagai kegiatan ekonomi atas dasar perbedaan sewa lahan dengan pertimbangan ekonomi .Teori Von Thunen ini pada dasarnya menitik beratkan terhadap pembagian lahan kota. Tetapi dilain pihak teori tersebut berimplikasi terhadap zona lahan dan strutur ruang kota.

Dalam artian bahwa guna lahan akan menentukan nilai lahan, melalui kompetisi antara pemakai lahan. Karenanya nilai lahan akan memdistribusikan guna lahan menurut kemampuan untuk membayar sewa lahan, sehingga akan menimbulkan pasar lahan yang kompetitif. Faktor lain yang menentukan tinggi rendahnya nilai lahan adalah jarak terhadap pusat kota(CBD). Yaitu jika semakin dekat dengan pusat kota (CBD) , maka akan semakin tinggi nilai lahan tersebut.
Dengan adanya nilai lahan maka terbentuk zona-zona pemakaian lahan, diantaranya seperti lahan untuk kegiatan komersil, lahan untuk kegiatan industri, serta lahan untuk kegiatan pemerintahan.

Selain memiliki pengaruh terhadap zona lahan, teori Von Thunen juga berpengaruh terhadap struktur keruangan kota. Perkembangan kota yang didasarkan terhadap penggunaan lahan kota memunculkan elemen-elemen baru dalam struktur keruangan kota. Salah satu contonya adalah struktur kota di Indoneia, terdapat elemen-elemen baru dari struktur keruangan yang muncul seperti zona pelabuhan, kawasan pemerintahan, kawasan perdagangan dan lain sebagainya. Munculnya elemen-elemen baru tersebut terjadi tidak lepas dari pengaruh sejarah kota atau negara tersebut.

Teori-teori tentang struktur ruang kota

1.    Teori konsentris dari Ernest W. Burgess, menyatakan bahwa Daerah Pusat Kota (DPK) atau Central Bussiness District (CBD) adalah pusat kota yang letaknya tepat di tengah kota dan berbentuk bundar yang merupakan pusat kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan politik, serta merupakan zona dengan derajat aksesibilitas tinggi dalam suatu kota.
2.    Teori Sektor (Homer Hoyt,1939), menyatakan bahwa perkembangan di daerah perkotaan tidak mengikuti zona-zona yang teratur secara konsentris, melainkan berupa sektor-sektor. Menurutnya, daerah-daerah industri berkembang sepanjang lembah sungai dan jalur lintasan kereta api yang menghubungkan kota tersebut dengan kota lainnnya.

3.    Teori inti berganda ( Harris dan Ullman, 1945), menyatakan bahwa pusat kota yang letaknya relatif di tengah-tengah sel-sel lainnya dan berfungsi sebagai salah satu “growing points” adalah daerah pusat kota dan central bussines district. Zona ini menampung sebagian besar kegiatan kota, berupa pusat fasilitas transportasi dan di dalamnya terdapat distrik spesialisasi pelayanan, seperti “retailing” distrik khusus perbankan, teater dan lain-lain (Yunus, 2000:49).
Teori lainnya yang mendasari struktur ruang kota adalah Teori Ketinggian Bangunan; Teori Konsektoral; dan Teori Historis. Dikaitkan dengan perkembangan daerah pusat kota dan central bussines district, inti daripada teori-teori tersebut menyatakan bahwa daerah pusat kota atau central bussines district merupakan pusat segala aktivitas kota dan lokasi yang strategis untuk kegiatan perdagangan skala kota.

Dengan adanya perbedaan antara zona lahan dan struktur ruang kota mengindikasikan bahwa kegiatan tertentu hanya mampu membayar pada tingkat tertentu, harga tersebut dipengaruhi oleh letak lokasinya terhadap pusat kota. Harga tersebut pada dasarnya adalah sewa terhadap aksesibilitas atau jaringan transportasi. Selain faktor tersebut gaya hidup dan perilaku juga mempengaruhi tingkat harga tersebut.

Sumber:

Teori Von Thunen

Von Thunen (1826) mengidentifikasi tentang perbedaan lokasi dari berbagai kegiatan pertanian atas dasar perbedaan sewa lahan (pertimbangan ekonomi). Menurut Von Thunen tingkat sewa lahan adalah paling mahal di pusat pasar dan makin rendah apabila makin jauh dari pasar. Von Thunen menentukan hubungan sewa lahan dengan jarak ke pasar dengan menggunakan kurva permintaan. Berdasarkan perbandingan (selisih) antara harga jual dengan biaya produksi, masing-masing jenis produksi memiliki kemampuan yang berbeda untuk membayar sewa lahan. Makin tinggi kemampuannya untuk membayar sewa lahan, makin besar kemungkinan kegiatan itu berlokasi dekat ke pusat pasar. Hasilnya adalah suatu pola penggunaan lahan berupa diagram cincin. Perkembangan dari teori Von Thunen adalah selain harga lahan tinggi di pusat kota dan akan makin menurun apabila makin jauh dari pusat kota.
Model Von Thunen mengenai tanah pertanian ini dibuat sebelum era industrialisasi. Dalam teori ini terdapat 7 asumsi yang digunakan oleh Von Thunen dalam pengujiannya:
  • Terdapat suatu daerah terpencil yang terdiri atas daerah perkotaan dengan daerah pedalamannya dan merupakan satu-satunya daerah pemasok kebutuhan pokok yang merupakan komoditi pertanian – isolated stated
  • Daerah perkotaan tersebut merupakan daerah penjualan kelebihan produksi daerah pedalaman dan tidak menerima penjualan hasil pertanian dari daerah lain – single market
  • Daerah pedalaman tidak menjual kelebihan produksinya ke daerah lain kecuali ke daerah perkotaan – single destination
  • Daerah pedalaman merupakan daerah berciri sama (homogenous) dan cocok untuk tanaman dan peternakan dalam menengah
  • Daerah pedalaman dihuni oleh petani yang berusaha untuk memperoleh keuntungan maksimum dan mampu untuk menyesuaikan hasil tanaman dan peternakannya dengan permintaan yang terdapat di daerah perkotaan – maximum oriented
  • Satu-satunya angkutan yang terdapat pada waktu itu adalah angkutan darat– one moda transportation
  • Biaya angkutan ditanggung oleh petani dan besarnya sebanding dengan jarak yang ditempuh. Petani mengangkut semua hasil dalam bentuk segar – equidistant.

Berasumsikan tujuh konsep tersebut, maka daerah lokasi berbagai jenis pertanian akan berkembang dalam bentuk lingkaran tidak beraturan yang mengelilingi perkotaan tersebut. Adapun variabel yang mempengaruhi setiap keuntungan yang ingin dicapai oleh petani yaitu harga penjualan, biaya produksi, dan biaya transportasi.

Pola penggunaan tanah dengan diagram cincin


Inti dari teori Von Thunen adalah bahwa sewa suatu lahan akan berbeda-beda nilainya tergantung tata guna lahannya. Lahan yang berada di dekat pusat pasar atau kota tentunya lebih mahal di bandingkan lahan yang jauh dari pusat pasar. Karena jarak yang makin jauh dari pusat pasar, akan meningkatkan biaya transportasi. Semua kegiatan yang selalu perpusat pada kota menjadikan kota memiliki tata guna lahan yang menggiurkan untuk mendapat keuntungan bagi petani, investor, pedagang, dll.
Namun tampaknya teori tata guna lahan Von Thunen tidak dapat sepenuhnya diterapkan saat ini. Di zaman modern seperti sekarang, jasa angkutan telah menjamur dan berlomba-lomba menawarkan harga murah. Masalah biaya angkut dirasa sudah tidak membebani pelaku produksi yang berasal dari daerah desa. Akan tetapi, perbedaan sewa lahan tetap tinggi di wilayah kota.

Sumber: 
            http://elinpike.wordpress.com.  

Teori Lokasi

Lokasi dalam ruang terdiri dari 2 macam yaitu lokasi absolute dan lokasi relative. lokasi Absolut adalah lokasi yang berdasarkan posisi geografis suatu daerah. lokasi elatif adalah kondisi yang berdasarkan lingkungan sekitar. kita  harus dapat menentukan suatu letak keputusan publik dengan tepat, misalkan lokasi asrama, maka asrama itu harus di letakkan di dekat yayasan. Menentukan lokasi juga sering mengalami kendala ataupun masalah, yaitu yang menyangkut fungsional yang terdiri dari siapa saja yang terlibat didalamnya, maupun menyangkut  masalah areal yaitu seberapa cangkupan wilayahnya.
Analisis tentang teori lokasi seperti yang dikemukaan oleh Llyord dan Dicken (1978) bahwa location in space merupakan faktor penentu juga dalam mempengaruhi aktifitas ekonomi. Sistem ekonomi sebagai dasar dalam menganalisis lokasi, karena pada dasarnya menyangkut alokasi dan penggunaan sumberdaya yang terbatas atau langka. Sistem ekonomi adalah suatu kumpulan dari aturan-aturan atau kebijakan-kebijakan yang saling berkaitan dalam upaya memenuhi kebutuhan untuk mencapai kemakmuran. Pada dunia produksi maka untuk  menentukan lokasi harus memperhatikan faktor-faktor lokasi yaitu: 
  • adanya bahan baku
  • energi
  •  lahan
  • tenaga kerja 
  •  modal

Ada 2 dimensi analisis lokasi antara lain:
Deskriptif yaitu menjelaskan fenomena yang terjadi, misalnya mengapa di Bali banyak terjadi pengboman, sedangkan kota lain tidak.
Normatif yaitu bagainama yang seharusnya terjadi, misalnya bagaimana pos pemadam kebakaran bisa responsive.

sumber:
Anonim. Tanpa Angka Tahun. “system ekonomi,” dalam penertian system ekonomi. http://www.zonaekis.com. Diunduh Kamis, 08 Sptember 2011.