DASAR-DASAR DAN ANALISIS LOKASI KEGIATAN INDUSTRI

Ada dua langkah utama yang seharusnya diambil dalam proses penentuan lokai suatu pabrik, yaitu pemilihan daerah atau territorial secara umum dan pemilihan berdasarkan size dari jumlah penduduk (community) serta lahan secara khusus. Pemilihan territorial secara umum adalah untuk mendapatkan informasi secara umum dan setelah itu baru kemudian ditentukan community dan lahan (size) yang dikehendaki secara khusus, yang mana untuk ini alternative pemilihannya dapat diklasifikasikan ke dalam daerah di kota besar, di pinggir kota, atau jauh di luar kota. Disini macam proses manufacturing ikut pula menentukan pemilihan size dari pabrik yang akan didirikan. Contoh lokasi di daerah terpencil yang jauh dari keramaian kota akan sangat dikehendaki untuk pabrik yang akan memproduksi bahan peledak.
Lokasi akan menentukan dekat tidaknya pabrik tersebut ke sumber bahan baku ataupun jasa pemasarannya. Jarak dari pabrik ke kedua tempat ini akan menentkan pula metode transportasi yang sebaiknya digunakan. Metode dan juga macamnya apakah tata letak seharusnya direncanakan dengan memberikan fasilitas-fasilitas untuk keperluan bongkar/muat barang dari railroad, kapal, truk, dan lainlain atau tidak. Demikian juga disini pengaturan dari departemen penerimaan dan atau pengiriman barang (receiving & shipping department) akan mempunyai macam variasi dalam perencanaan letaknya yang harus disesuaikan pula dengan macam dan metode transportasi yang digunakan. Selanjutnya kemungkinan adanya ekspansi dimasa yang akan dating ikut pula menentukan lokasi pabrik ini. Untuk pabrik yang berlokasi di kota besar biasanya akan mengarah vertical yaitu dengan cara menambah tingkat/lantai bangunan yang sudah ada (hal ini terkait dengan keterbatasan lahan yang tersedia). Berbeda dengan pabrik yang berlokasi jauh diluar kota dengan ketersediaan lahan yang cukup sehingga bisa melakukan ekspansi horizontal.
Selanjutnya beberapa kondisi umum seperti tersebut di bawah ini akan ikut pula mengambil peranan dalam proses penentuan lokasi pabrik, yaitu:
1. lokasi di kota besar (city location)
·      Diperlukan tenaga kerja terampil dalam jumlah yang besar.
·      Proses produksi sangat tergantung pada fasilitas-fasilitas yang umumnya hanya terdapat dikota besar saja seperti listrik, gas, dll.
·      Kontak dengan supplier dekat dan cepat
·      Sarana transportasi dan komunikasi mudah didapatkan.

2. lokasi di pinggir kota
·      Semi-skilled atau female labor mudah diperoleh.
·      Menghindari pajak yang berat seperti halnya kalau lokasi yang terletak di kota besar.
·      Tenaga kerja dapat tinggal berdekatan dengan lokasi pabrik.
·      Rencana ekspansi pabrik dapat dengan mudah dibuat.
·      Populasi tidak begitu besar sehingga masalah lingkungan tidak banyak timbul.

3. lokasi jauh di luar kota
·      Lahan yang luas sangat diperlukan baik untuk keadaan sekarang maupun rencana ekspansi yang akan datang.
·      Pajak terendah dapat diperoleh.
·      Tenaga kerja tidak terampil dalam jumlah besar lebih dibutuhkan.
·      Upah buruh lebih rendah bisa didapatkan dengan mudah juga dalam jumlah yang cukup banyak.
·      Baik untuk proses manufacturing produk-produk yang berbahaya.

Dalam menentukan lokasi pabrik, ada factor-faktor penting yang harus diperhatikan yang berkaitan dengan jenis kegiatan produksinya. Faktor-faktor tersebut antara lain:
1. Lokasi pasar, yaitu tempat memasarkan produk yang dihasilkan dimana lokasi pasar dapat secara luas atau terpusatkan.
2. Lokasi sumber bahan baku, dimana lokasi pabrik disarankan agar dekat dengan sumber bahan baku utama dari produksi yang dijalankan.
3. Alat angkutan (system transportasi), yaitu menunjuk pada fasilitas transportasi yang mendukung aktivitas perpindahan dari dan menuju pabrik, baik itu berupa bahan baku atau prduk jadi.
4. Sumber energy
5. Iklim, dimana hal yang satu ini lebih berpengaruh pada efektivitas, efisiensi, dan tingkah laku pekerja pabrik dalam melaksanakan aktivitas produksinya sehari-hari.
6. Buruh dan tingkat upah
7. Undang-undang dan system pajak.
8. Sikap masyarakat setempat.
9. Air dan limbah industry.

Sumber:

FAKTOR PRODUKSI


  1. Diantara banyaknya faktor yang mempengaruhi tata tuga lahan dan lokasi dasi aktivitas ekonomi salah satunYa adalah faktor produksi. Tiga faktor produksi menurut peneliti tradisional adalah lahan, tenaga kerja, dan modal. Meskipun jiwa kewirausahaan, manajemen, dan teknologi terkadang juga mempengaruhi produksi.
    Maka, faktor produksi harus menjadi pertimbangan jika terdapat perubahan lokasi dan distribusi kegiatan ekonomi. Dalam konteks yang luas, kita perlu membuat suatu dasar observasi, sebelum menyediakan wawasan yang detail dalam pentingnya setiap faktor tersebut:
    1.       Faktor produksi mewakili input atas sistem ekonomi
    2.       Permintaan terhadap lahan, tenaga kerja, dan modal bervariasi bergantung tempat dan waktu juga sektor ekonominya
    3.       Faktor produksi sendiri sangat tidak merata di setiap tempat. Ini benar di hampir semua analisis berskala geografi, namun ini sangat jelas khususnya pada skala internasional
    4.       Lahan, tenaga kerja, dan pasar modal menjadi sangat kompleks. Seluruh sistem ekonomi bergantung pada lahan dan tenaga kerja, namun modal terkadang dilupakan dari kehidupan ekonomi petani
    5.       Kemungkinan untuk mengganti satu faktor produksi dengan mempertimbangkan waktu dan perbedaan spasial pada biaya mungkin akan dapat mengimbangi dengan proporsi yang bervariasi yang mana dapat dimanfaatkan

    Lahan
    Teori neoklasik menyebutkan lokasi aktual dari lahan mengarah pada diferensiasi spasial dari kedua jenis pertanian dan intensitas penggunaan lahan pertanian. Satu hal yang jelas adalah pola-pola historis kepemilikan lahan telah mengalami perubahan cukup besar.  Massey dan  Catalano mengidentifikasi empat perubahan pada khususnya yaitu :

    1.       Sebuah penurunan dalam perkebunan swasta besar yang dimiliki oleh  pemilik lahan besar.
    2.       Sebuah perubahan besar dari sewa hunian ke pemilik.
    3.       Meningkatnya peran lembaga-lembaga negara dalam kepemilikan lahan.
    4.       Masuknya ke dalam kepemilikan lahan langsung, terutama pada awal tahun 1970, oleh perusahaan milik pribadi, asuransi, perusahaan, dan dana pensiun.

    Tiga tipe kepemilikan lahan merupakan hal penting di dalam area, masing-masing dengan metode yang berbeda dari membangun kepemilikan dan menghargai lahan:
    1.       Fazendas tua, dimana struktur sosial merupakan hirarki dari kepemilikan lahan adalah dasar dari kekuatan sosial, daripada penggunaan lahan yang dimasukkan.
    2.       Negara komersial dimana sistem kapitalis di anut oleh pemerintah setempat, maksimisasi keuntungan melalui produksi pertanian mewakili tujuan utama.
    3.       Pertanian diaman lahan digarap di fandezas lama yang telah diduduki oleh petani subsisten (tanpa badan hokum yang mengatur).

    Fothergill dan Gudgin (1982) berpendapat bahwa ketersediaan biaya tanah telah menjadi faktor penting dalam mendorong pergeseran perkotaan / pedesaan. Memang, pasokan tanah dan bangunan untuk industri sangat bervariasi dari tempat ke tempat dan identitas Fothergill adalah "ketidakcocokan" antara perubahan manufaktur pekerjaan dan ruang industri di wilayah Inggris.

    Perbedaan-perbedaan pendapat Fothergill dan Gudgin (1982) menyimpulkan bahwa pergeseran perkotaan/pedesaan mencerminkan perubahan dalam stok ruang. Namun demikian, ini tidak menjelaskan mengapa unit baru atau ekstensi lebih mungkin di pedesaan daripada daerah perkotaan. Dua faktor penyebab perlu dipertimbangkan (Watt, 1987):
    1.       Tanaman baru hanya dapat dibentuk di mana ada lahan yang memadai (untuk bangunan dari bentuk yang tepat, ukuran, dan lokasi)
    2.       Tanaman yang ada hanya dapat memperluas jika tanah yang berdekatan / bangunan yang tersedia.

    Akibatnya, hipotesis dibatasi lokasi itu dianjurkan. Faktor penyumbang dalam proses adalah peningkatan jumlah lahan kota yang diakuisisi oleh otoritas lokal untuk skema pembangunan kembali, sehingga mengurangi jumlah yang tersedia di pasar terbuka.

    Tenaga kerja
    Yang terpenting dari tenaga kerja adalah sebagai faktor produksi. Bervariasi antara sektor ekonomi, bisnis dan tempat tertentu yang berbeda. Sebagai contoh, Dicken (1986) menunjukkan bagaimana pada skala global, tenaga kerja telah menjadi faktor lokasi yang sangat penting, terutama dalam hal jenis (keterampilan) dan biaya. Dan Keeble (1976) menunjukkan bagaimana di skala regional, ketersediaan dan biaya wanita, non serikat buruh, tenaga kerja mempengaruhi keputusan perusahaan pakaian untuk memilih pindah ke daerah pedesaan Inggris.

    Angkatan kerja di daerah, dalam hal  keterampilan, jenis kelamin dan pendidikan cukup stabil dalam jangka pendek karena bekerja dan bergerak. Salah satu contoh terbaik dari imobilitas tenaga kerja, baik occupationally dan spasial, berasal dari industri peternakan, terutama di kalangan operator peternakan kecil. Hal ini mencerminkan pentingnya kemandirian keluarga tradisional, dan cara hidup di luar ruangan.
    Ada dua ukuran dari tenaga kerja yang biasa digunakan :
    1.       Tingkat partisipasi atau kegiatan, didefinisikan sebagai proporsi dari total populasi kelompok usia tertentu dalam pekerjaan
    2.       Tingkat pengangguran

    Dengan memeriksa perbedaan dalam penyediaan tenaga kerja dan jumlah pekerjaan yang tersedia, ketidakseimbangan dalam pasar tenaga kerja dapat dihitung. Kekurangan pekerjaan adalah ukuran sejauh mana penciptaan lapangan kerja di daerah. Antara dua kali kegagalan untuk mencocokkan peningkatan pasokan tenaga kerja dan dasar ini, 280 LLMAs diklasifikasikan menjadi tujuh jenis utama, yang pertama ada yang ditandai dengan surplus dan yang terakhir empat kekurangan:
    1.       Pertumbuhan yang cepat, pertumbuhan yang cepat terdiri dari wilayah dengan pertumbuhan lapangan kerja yang tinggi, surplus pekerjaan dan migrasi
    2.  Surplus pertumbuhan rendah, di mana penduduk dan tingkat kegiatan meningkat menyebabkan kekurangan tenaga kerja.
    3.      Pertumbuhan yang lambat, di mana pertumbuhan lapangan kerja yang rendah diimbangi oleh pertumbuhan angkatan kerja lebih lambat karena migrasi keluar
    4.    Tinggi pasokan, di mana kenaikan pasokan tenaga kerja membanjiri pertumbuhan lapangan kerja yang sangat tinggi dan sehingga mengarah ke peningkatan pengangguran
    5.  Lambatnya penurunan ditandai dengan lambatnya penurunan pekerjaan dan kecilnya kenaikan dalam penawaran tenaga kerja, dimana pengangguran telah diimbangi oleh pengurangan rata-rata aktifitas, misalnya : area industri  tradisional di yorkshire timur midland, dan lanchasire.
    6.     Tanda penurunan, karekteristik penurunan yang besar dalam permintaan untuk pekerja laki-laki dan meningkat dengan cepatnya dalam penawaran untuk pekerja perempuan, hasilnya adalah pengangguran tertinggi terdapat di south wales.
    7.    Penurunan cepat, dimana terdapat penurunan yang sangat cepat dalam permintaan tenaga kerja, didefinisikan dengan peningkatan dalam pasokan tenaga kerja, hasilnya berupa pekerjaan besar dan terjadi migrasi keluar. Hal ini terjadi di pasar-pasar besar seperti di mersy side, manchester, west mia land dan tyne dan wear.
    Seiring berjalannya waktu proses ketenagakerjaan (suatu proses di mana tenaga kerja terorganisasi dan produksinya dikontrol) telah terintrepretasikan sebagai karakteristik fitur masyarakat kapitalis; diidentifikasikan dalam 4 bagian :
    1.       Manufacture, di mana para pekerja independen yang sebelumnya dikumpukan dalam suatu sistem pabrik, dengan spesialisasinya dalam berbagai macam produksi.
    2.       Machinofacture, dimana mekanisasi dan sebuah divisi tenaga kerja diperkenalkan untuk meningkatkan produktivitas.
    3.       Scientific management and Fordism. Terutama mengacu pada di mana waktu dan teknik gerak diperkenalkan untuk membagisecara ilmiah proses pekerjaan ke dalam pekerjaan yang lebih spesifik.
    4.       Neo – fordism, dimana fragmentasi dan tenaga kerja langsung yang ber-skill  didorong dengan pengaplikasian sistem produksi yang dikontrol secara otomatis. Pengembangan ini diasosiasikan dengan menggunakan micro-processors.
    Modal
    Modal merupakan kunci penting dalam fungsi produksi dari berbagai sektor, seperti sektor pertanian, sektor firma (perusahaan), ataupun sektor jasa. Modal sering kali menggantikan pentingnya ketersediaan lahan dan adanya ketersediaan tenaga kerja. Meningkatnya modal, secara alami akan mempertunjukkan pentingnya aktivitas ekonomi dari keahlian pemasaran dalam penyebaran modal. Terdapat 2 tipe modal:
    1)      Modal dalam bentuk fisik, meliputi investasi tanah, bangunan, dan mesin perlengkapan. Ini merupakan modal yang tak dapat bergerak, meskipun kepemilikannya berubah.
    2)      Uang, uang dapat dijualbelikan namun cenderung lebih dapat berpindah.

    Perbedaan antara keduanya adalah hal yang penting dalam memperlihatkan bahwa modal bukanlah gaktor produksi yang sempurna. Tentunya, modal yang berupa fisik perlu ditekan dan sekali didirikan pada daerah yang sulit untuk dapat dipindahkan. Perpindahan dapat dikatakan jauh dari sempurna dalam wilayah negara, seperti yang ditunjukkan oleh Estall (1972), halangan yang diidentifikasikan sebagai berikut:
    1.       Akses untuk kredit yang berhubungan erat dengan ukuran bisnis. Semakin besar bisnis yang berjalan, maka akan semakin besar pula peluang untuk mendapatkan kredit yang jumlahnya juga tergolong besar. Begitu pula sebaliknya, semakin kecil bisnis yang berjalan, maka akan semakn tinggi angka kriminologi.
    2.       Kebanyakan modal investasi mendukung investasi yang telah ada sebelumnya.
    Kebijakan pemerintah.

ORDE KOTA GUTTMAN DAN MARSHAL “SKALOGRAM DAN INDEKS SENTRALITAS”

Louis Guttman ( sklalogram)
                Louis Guttman (1950) salah satu skala satu dimensi menggambarkan respon subyek  terhadap obyek tertentu menurut tingkatan yang sempurna, orang yang mampu menjawab semua pertanyaan dengan baik akan lebih baik dibandingkan dengan yang mampu menjawab sebagian saja.

                Analisis skalogram merupakan salah satu alat untuk mengidentifikasi  pusat pertumbuhan wilayah  berdasarkan fasilitas yang dimilikinya, dengan  demikian dapat ditentukan hirarki pusat-pusat  pertumbuhan dan aktivitas  pelayanan suatu wilayah. Wilayah dengan fasilitas yang lebih lengkap merupakan  pusat pelayanan, sedangkan wilayah dengan fasilitas yang kurang akan menjadi daerah belakang (hinterland).

Skalogram pada umumnya digunakan untuk menganalisis pusat-pusat permukiman, khususnya hirarki atau orde pusat-pusat permukiman. Subjek dalam analisis ini merupakan pusat permukiman (settlement), sedangkan obyek diganti dengan fungsi atau kegiatan. Dengan beberapa tambahan analisis, misalnya aturan Marshall, atau algoritma Reed-Muench, tabel skalogram menjadi indikasi awal analisis jangkauan pelayanan setiap fungsi dan pusat permukiman yang dihasilkan.

Alat analisis scalogram membahas mengenai fasilitas perkotaan yang dimiliki suatu daerah sebagai indikator difungsikannya daerah tersebut sebagai salah satu pusat pertumbuhan. Tujuan digunakannya analisis ini adalah untuk mengidentifikasi kota-kota yang dapat dikelompokkan menjadi pusat-pusat pertumbuhan berdasarkan pada fasilitas kota yang tersedia (Blakely, 1994: 94-99).

Analisis scalogram mengelompokkan klasifikasi kota berdasarkan tiga komponen fasilitas dasar yang dimilikinya yaitu :

A.      Differentiation
Adalah fasilitas yang berkaitan dengan aktifitas ekonomi. Fasilitas ini menunjukkan bahwa adanya struktur kegiatan ekonomi lingkungan yang kompleks, jumlah dan tipe fasilitas komersial akan menunjukkan derajat ekonomi kawasan/kota dan kemungkinan akan menarik sebagai tempat tinggal dan bekerja.

B.      Solidarity
Adalah fasilitas yang berkaitan dengan aktifitas social. Fasilitas ini menunjukkan tingkat kegiatan social dari kawasan/kota. Fasilitas tersebut dimungkinkan tidak seratus persen merupakan kegiatan social namun pengelompokkan tersebut masih dimungkinkan jika fungsi sosialnya relative lebih besar dibandingkan sebagai kegiatan usaha yang berorientasi pada keuntungan (benefit oriented).

C.   Centrality
Adalah fasilitas yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi-politik/pemerintahan. Fasilitas ini menunjukkan bagaimana hubungan dari masyarakat dalam sistem kota/komunitas. Sentralitas ini diukur melalui perkembangan hierarki dari insitusi sipil, misalnya kantor pos, sekolahan, kantor pemerintahan dan sejenisnya.

Hirarki kota akan berfungsi sebagai pusat-pusat pelayanan baik skala regional maupun lokal. Tahapan penyusunan analisis skalogram adalah sebagai berikut (Rondinelli, 1985:115 dan Budiharsono, 2005:151) :
1             Membuat urutan kota berdasarkan jumlah penduduk pada sebelah kiri tabel
2             Membuat urutan fasilitas yang ditentukan berdasarkan frekuensi pada bagian atas
3             Menggambar garis kolom dan baris sehingga lembar kerja tersebut membentuk matriks yang menampilkan fasilitas yang ada pada masing-masing wilayah kota
4             Menggunakan tanda (1) pada sel yang menyatakan keberadaan suatu fasilitas pada suatu wilayah dan tanda (0) pada sel yang tidak memiliki fasilitas
5             Menyusun ulang baris dan kolom berdasarkan frekuensi keberadaan fasilitas, semakin banyak fasilitas yang ada pada suatu wilayah kota, maka wilayah tersebut berada di urutan atas, semakin banyak wilayah yang memiliki fasilitas tersebut, maka jenis fasilitas tersebut berada pada kolom sebelah kiri
6             Mengalikan kolom-kolom yang telah disusun dengan nilai indeks sentralitas masing-masing kemudian disusun ulang seperti langkah 5
7             Langkah terakhir mengidentifikasi peringkat/hirarki kota yang dapat diinterpretasikan berdasarkan nilai keberadaan fasilitas pada suatu wilayah. Semakin tinggi nilainya maka hirarki kota tersebut semakin tinggi.

 Marshall ( Indeks Sentralitas)
Matriks indeks sentralitas merupakan bagian dari matriks fungsi wilayah atau yang sering disebut dengan analisis fungsi yang merupakan  analisis terhadap  fungsi-fungsi pelayanan yang tersebar di wilayah studi, dalam kaitannya dengan berbagai aktivitas penduduk/masyarakat, untuk memperoleh/memanfaatkan fasilitas-fasilitas tersebut (Riyadi, 2003:110).

Indeks sentralitas dimaksudkan untuk mengetahui struktur/hierarki pusat-pusat pelayanan yang ada dalam suatu wilayah perencanaan pembangunan, seberapa banyak fungsi yang ada, berapa jenis fungsi dan berapa jumlah penduduk yang dilayani serta seberapa besar frekuensi keberadaan suatu fungsi dalam satu satuan wilayah permukiman (Riyadi, 2003:118). Frekuensi keberadaan fungsi menunjukkan jumlah fungsi sejenis yang ada dan tersebar di wilayah tertentu, sedangkan frekuensi kegiatan menunjukkan tingkat pelayanan yang mungkin dapat dilakukan oleh suatu fungsi tertentu di wilayah tertentu.
Sumber: